Oleh: Rohmatullah Adny Asymuni*
Berbicara tentang NU berbicara tentang keIslaman, keIndonesiaan dan perjuangan. Tak diragukan lagi bahwa ulama, kyai dan warga NU turut ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melawan kolonial dsn penjajahan di tanah pribumi ini.
Tak perlu penulis sebutkan siapa saja yang terlibat melawan penjajahan demi terwujudkan kemerdekaan Indonesia.
NU dan lapisan masyarakat telah banyak berjasa pada kita yang hidup di abad 21 ini. Kita hanya menjadi penikmat hasil keringat perjuangan nenek moyang kita yang berjuang demi sebuah kemerdekaan.
Setelah Indonesia merdeka yang dikumandangkan oleh Presiden pertama, Soekarno -singkat cerita- telah final menjadikan pancasila sebagai falsafah ideologi Indonesia, bukan sebagai mazhab apalagi agama. Tidak. Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, justru dalam organ pancasila tersinari oleh nilai-nilai ajaran Islam. Coba perhatikan dan pahami butir Pancasila, adakah yang melenceng dari ajaran Islam?.
Apakah dibawah ideologi Pancasila umat Islam dilarang untuk beribadah, pergi ke Masjid guna melaksanakan sholat wajib, sholat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha?. Tidak. Lalu kenapa masih menyangsikan Pancasila?.
Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan HTI dan para Juru dakwah HTI, Ustadz-ustadznya yang sering menyudutkan bahkan dengan kerasnya berfatwa membela Nasionalisme tidak ada panduannya, membela Islam jelas ada panduannya. Seolah-olah beropini bahwa Nasionalisme bertentangan dengan Islam. Inilah kepicikan dalam beretorika dan beropini. Hingga umat yang awam akan terbuai dengan opini manisnya yang penuh racun.
Menolak paham HTI tidak bisa dipahami menolak ajaran Islam. Mana ada ajaran Islam mengklaim umat Islam dituduh kafir, pemimpin Jahiliyah, thagut dan berhala?. Bukankah umat Islam dan NU yang berpaham ahlusunnah waljamaah telah Nabi jamin tidak akan berkumpul pada kesesatan selamanya, (inna ummati la tajtami'u ala dhalalatin abadan).
Setiap pemahaman yang melenceng dari paham ahlusunnah waljamaah, baik itu wahabi, syiah, liberal, dan paham lainnya, wajib bagi kita membuang sejauh mungkin dan membentengi internalisasi kita dengan paham aswaja dengan mempraktekkannya. Begitu juga setiap organisasi apapun namanya jikalau terindekasi dalam aktivitasnya tindakan provokasi dan menentang serta keluar dari barisan pemerintah yang adil disebut bughat (tindakan makar) yang boleh diperangi bukan dibunuh.
Oleh sebab itu, pembubaran HT oleh pemerintah dalam hemat penulis, merupakan tindakan yang sah-sah saja, mengingat HT yang sudah menyandang penyakit kronis dan mewabah dan menjalar ke tubuh umat, bangsa Indonesia. Sebab kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin virus itu akan menyerang bangsa dan akan merobohkan kedaulatan dan kesatuan bangsa ini. Begitu juga, pemerintah telah melarang setiap ormas yang mengancam persatuan dan kesatuan Indonesia yang telah merdeka dengan tetes air mata perjuangan. Maka tak heran jikalau pemerintah melarang PKI hidup dan bernyawa lagi di Indonesia.
Jikalau kita sebagai anak bangsa tertanam dalam sanubari cinta tanah air akan kita dapati Indonesia akan aman santosa, sejahtera dan merdeka.
Bukan saatnya lagi, kita berdebat tentanf ideologi Indonesia yang hanya membuang waktu, energi dan pikiran. Saatnya anak bangsa menatap masa depan lebih baik lagi, memajukan negaranya, memberikan kontribusi pada negara dan bangsa serta mau belajar dari sejarah agar mampu membaca Indonesia dengan hati sanubari bukan dengan caci maki. Indonesia butuh pemuda yang dapat memberikan solusi bukan yang menambah beban bumi pertiwi, Indonesia tercinta.
Kader Hmass Tazkia Bogor dan Aktivis HMI
Komentar
Posting Komentar