Langsung ke konten utama

Nurcholis Madjid : kebebasan beragama, keadilan dan musyawarah (dalam bukunya Islam kemodernan dan keindonesiaan)


                               

Sebenar-benar ajaran ialah ajaran islam. Memang benar apa yang telah difirmankan oleh Allah tersebut, namun dalam kenyataannya beragamai ini tidaklah dibenarkan bila dipaksakan agar semua orang memeluk agama ini. Bahkan Muhammad SAW sekali pun selalu diingatkan oleh Allah bahwasanya tugas beliau hanya menyampaikan berita dari Allah, beliau tidak berhak untuk memaksa orang lain untuk percaya dan mengikutinya. Pada suatu ketika Rasulullah SAW, sebaga manusia beliau tergoda untuk memakasakan ajarannya, akan tetapi Allah mengingatkan “Seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua orang di muka bumi, tanpa kecuali. Apakah engkau (hai Muhammad) akan memaksa umat manusia sehingga mereka menjadi beriman? (QS Yunus : 99)”. Oleh karena itu kebebasa beragama adalah sangat sentral dalam tatanan social politik manusia.

 
Dalam menentukan pilihannya, manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk menentukannya. Allah hanya akan memberi balasan sesuai dengan keputusan manusia, apakah ia akan menolak atau menerima kebenaran yang disampaikan oleh Muhammad SAW. Mansia bukanlah makhluk kebaikan saja seperti malaikat, dan bukan pul makhluk keahatan saja seperti setan. Manusia berada di antara keduanya dan tarik-menarik antara keduanya. Hal ini lah yang membuat manusia menjadi makhluk yang selalu dihadapkan kepada tantangan untuk berbuat baik ataupun godaan untuk berbuat jahat. Untuk itu manusia diperintahkan oleh Allah untuk berbuat adil, karena berbuat adil ialah perbuatan yang paling mendekati taqwa (dalam QS An-Nahl : 90, dan QS Al-Ma’idah : 8). Dengan keadilan, maka peradaban manusia yang kukuh dapat terwujud, karena keadilan adalah dasar moral bagi manusia untuk berbuat baik dan merupakan modal yang kuat untuk membangun peradaban manusia sepanjang sejarah.

Keadilan ini menjadi poin penting yang patut untuk dijwai oleh setiap manusia. Dalam kesehariannya manusia merupakan makhluk sosial, oleh karena itu pandangan manusia tentang adil merupakan suatu hal yang dapat mengantar kepada kemantapan sosial dan juga kemantapan pluralism atau keberagaman baik dalam suku, ras, golongan, maupun keberagaman manusia dalam beragama. Untuk itu diperlukan jiwa keadilan dalam tiap diri agar terciptanya persatuan. Persatuan yang akan membawa kemajuan yakni persatuan yang dinamis, artinya persatuan dalam kemajemukan yang diterjemahkan dalam semboyan Negara Republik Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Semangat pluralisme dan saling menghormati yang tulus juga saling menghargai ini lah yang akan menjadi pangkal bagi adanya pergaulan dalam tataran kemanusiaan. Dalam proses bersosial, berpolitik, maupun berdemokrasi. Semangat tersebut juga menuntut adanya toleransi antar individu, semangat bertenggang rasa, dan juga keharmonisan dalam berhubungan sosial. Maka implikasi dari adanya semangat-semangat yang dibawa oleh rasa keadilan tersebut adalah adanya sifat saling menghargai, menghargai pendapat orang lain karena dalam berproses manusia merupakan makhluk yang bisa saja salah dan bisa pula pendapat orang lain lebih benar dari pada pendapat dari seseorang. Untuk itu lah timbul suatu konsep yang sering dinamakan bermusyawarah untuk bersama-sama menyelesaikan segala urusan dunia yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia.

Konsepsi musyawarah ini diterjemahkan dalam pribadi masing-masing sebagai sebuah prinsip musyawarah yang pantas untuk dimiliki oleh semua orang. Memberikan gagasan kepada orang lain, dan juga mendengarkan gagasan orang lain. Hubungan timbal balik ini dalam pelaksanaannya akan mendapat suatu jalan yang terbaik bagi setiap urusan yang dihadapi manusia. Bahkan Rasulullah pun dalam urusan bermasyarakat diperintahkan oleh Allah untuk menjalankan musyawarah, dan untuk bersikap teguh melaksanakan musyawarah itu dengan bertawakal kepada Allah (dalam QS Ali Imran : 159). Bila ditinjau lebih mendalam, musyawarah tidak hanya perwujudan dari rasa kemanusiaan, namun juga didasari suatu wujud ketuhanan atau didasari oleh ketaqwaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka setiap masyarakat perlu memailiki komitmen yang sungguh-sungguh terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yaitu iman, dan berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengejawantahkan komitmennya itu dalam setiap tindakannya yang etis dan bermoral, mengikuti kemanusiaan yang adil dan beradab agar terciptanya persatuan dalam lingkup masyarakat, sosial, politik, bernegara, dan juga berbangsa. Namun karena keterbatasan manusia dalam memahami persoalan hidupnya sendiri dan masyarakatnya, maka diperlukan adanya suatu musyawarah atau diskusi yang lebih mendalam yang memungkinkan akan terciptanya suatu sistem yang memberi ruang untuk membuka fikiran dan menyampaikan pendapat. Hal ini pula akan mengantarkan manusia kepada kemantapan dalam pembangunan baik berbangsa dan bernegara, maupun dalam tatanan sosial manusia. Tujuannya hanyalah mewujudkan suatu hal yang paling baik secara bersama-sama dan ini pula yang menjadi landasan untuk memperjuangkannya dengan penuh ketabahan, ketekunan, dan kerja keras, dalam arti lain kesabaran dalam bermasyarakat. [end]
Diringkas oleh : M. Asyief Khasan. B

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APA DAN BAGAIMANA SETELAH MASUK HMI? (Sesi Wawancara dengan Ketum HMI Cabang Bogor)

                    Pada kesempatan ini kami sengaja kembali menghadirkan sesi wawancara khusus dengan ketua umum HMI Cabang Bogor periode 2013-2014, Bang Qiki Qilang Syachbudy. Wawancara ini sengaja dilakukan karena banyaknya pertanyaan baik dari kader ataupun masyarakat umum tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan setelah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Berikut adalah wawancaranya.

Pilkada Kabupaten Bogor 2018, HMI Bersikap Netral

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Joni Iskandar, menyampaikan agar seluruh kader HMI cabang Bogor  bersikap netral dalam pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Rabu, 27 Juni 2018. Ajakan tersebut disampaikan di Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam (GSMI), sekretariat HMI Cabang Bogor, Selasa (26/06). "Kader HMI harus bersikap netral sebagai bentuk pengejawantahan independensi organisatoris. Tidak dibenarkan jika kader HMI melakukan komitmen dalam bentuk apapun dengan pihak luar, apalagi ikut andil dalam politik praktis memenangkan satu kandidat," ungkap Joni. Dalam kesempatan tersebut Joni juga meminta kepada seluruh penyelenggara pemilu dan pihak keamanan agar menjalankan kewajibannya sesuai amanat yang sudah diberikan. "Kami meminta kepada semua aparatur negara dan pihak keamanan  menjalankan tugasnya dengan baik dalam mengawal pemilu demi terwujudnya Pilkada damai dan bersih," pungkas Joni mengakhiri.

SEKOLAH MENULIS, ARISAN BACA, DAN FLD?

  Judul di atas memang menarik untuk dibahas pada kesempatan ini mengingat kita sama-sama tahu bahwa HMI Cabang Bogor harus terus eksis dalam mencetak kader-kader militan ummat dan bangsa.