Letih dan
jengah adalah dua perasaan yang mendominasi ketika melihat dunia politik tanah
air. Perebutan kekuasaan merupakan domain pasti dalam setiap momen politik.
Partai politik sudah kian kabur tujuan ideologinya. Tak jelas arah dan
orientasinya. Kegaduhan terjadi hampir di setiap lini, entah di tingkat
internal maupun eksternal. Wajar jika kemudian fenomena ini menghasilkan banjir
pesimis dan arus ketidakpercayaan masyarakat kepadanya.
Padahal keberadaan parpol, sangat diyakini bisa menjembatani kepentingan rakyat terhadap pemerintah, karena parpol adalah corong aspirasi rakyat. Kepentingan yang memang berangkat dari pijakan akar rumput. Sudah sepatutnya, parpol menjadi perantara ide yang diinginkan masyarakat agar kemudian bisa dirumuskan dalam bentuk kebijakan.
Agar
pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melalui parpol rakyat
diharapkan bisa menyumbangkan putra-putri terbaiknya. Namun kenyataannya,
parpol penuh dengan unsur nepotisme dan politik uang. Siapa pun bisa menjadi
duta parpol, tidak musti yang terbaik, asalkan dia punya harta berlimpah,
semuanya bisa.
Berpolitik
demi memajukan masyarakat agar memperoleh kesejahteraan, agaknya sudah mulai
ditinggalkan. Tak ada lagi cerita politikus negarawan yang peduli rakyat, rela
mengorbankan jiwa raga demi memajukan bangsa dan negara, yang ada hanyalah
politikus rakus yang berjuang atas nama
golongan dan individu. Mengeluarkan modal agar meraup untung yang lebih besar.
Padahal politik tidak hanya berbicara kekuasaan, apalagi sekedar prospek bisnis.
Kita bisa
melihat janji-janji politisi kepada masyarakat, meluap begitu saja usai prosesi
serah terima jabatan. Sungguh pergeseran nilai politik yang kian
mengkhawatirkan. Bahkan ada kesan, sah-sah saja-jika politikus itu tidak
menepati janjinya dulu, saat kampanye.
Padahal politik
adalah gerak kehidupan. Proses agar selalu sadar untuk melakukan perbaikan.
Sadar jika masih banyak masyarakat yang belum punya penghidupan, tak bekerja,
bergelut dengan kebodohan dan sekelumit permasalahan lainnya. Inilah yang musti
jadi pijakan dari setiap gerakan politik.
Jika
para politikus selalu mengobral janji yang miskin realisasi, ucapan yang tidak
selaras dengan perbuatan, sudah tak lagi mempunyai bahasa wibawa, apa yang akan
terjadi pada bangsa kita ini. Bagaimana pun juga, indonesia hari ini masih
terus berjuang melawan belenggu tipu-menipu para awak yang menungganginya. Perbuatan
yang bersumber dari kepongahan para elit politik dengan janji selangit itu.
Haruskah ada gerakan potong generasi politikus era ini? Semoga segera berbenah!
Oleh Joni Iskandar
Sebagai Mide Formateur
HMI Cabang Bogor 2015-2016
Komentar
Posting Komentar