Mari kita
usut dari akar katanya terlebih dahulu. Secara etimologis, kata Dunia
diturunkan dari akar kata daniy, yang berarti "sederhana",
"remeh", "rendah", dan "tak berharga".Maka
jelaslah dari namanya saja, kita sudah tahu sifat-sifat dari dunia itu. Tapi
mengapa sesuatu yang rendah tak berharga itu seringkali kita kejar?. Terus
bagaimana pandangan yang lain terhadap dunia?.
·
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang
sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Al Ankabuut 64)
·
Dunia itu penjaranya orang beriman dan surganya orang
kafir (Al-hadist).
·
Ibnu Qayyim al-jauzy : Dunia itu seperti bayangan, jika kau
mengejarnya. Maka dia juga akan lari. Dan jika engkau meninggalkannya, maka dia
yang mengikutimu.
Lihatlah para pemburu dunia yang
serakah, keserakahannya tak pernah membuatnya puas. Makanya semakin ia kejar
dunia, semakin dunia itu menjauh. Berbeda dengan mereka yang hatinya tak condong
pada hal duniawi dan lebih berfokus pada rasa syukur terhadap apa yang
dimiliki. Hati mereka malah terasa diikuti terus oleh nikmat.
·
Pepatah sufi mengatakan : “dunia itu bangkai dan mereka yang mencarinya adalah seperti anjing”
·
Ahmad Albar : “dunia ini panggung sandiwara”. Jika sepeti itu bisa dibilang kita para penghuninya adalah Para
aktor bertopeng.
Fun yang fana
Munculnya
paham terhadap dunia persepsi, menggilas paham materialis yang sempat berdiri
tegak. Dunia dan seisinya yang selama ini dikejar tak lain hanyalah sebuah
persepsi.
Kesenangan
yang melalaikan kita. Kesedihan yang meluluhkan kita hanyalah ilusi yang
diproduksi oleh otak. Senang atau sedih, kitalah yang seharusnya dan sebenarnya
mengendalikannya. Sehingga Kitapun belajar untuk tidak terlalu larut dalam
kesenangan, serta tak mudah larat oleh kesusahan.
“Jangan berduka cita terhadap apa
yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu.”
QS. Al-Hadiid 57 : 23
Sungguh lucu,
seandainya kita tahu bahwa perasaan senang-sedih manusia begitu mudahnya
dikendalikan oleh ilusi. Musibah yang kita anggap besar ternyata hanyalah
persepsi. Kenikmatan yang membuat kita terlena, tak lebih dari fatamorgana.
Kesenangannya yang bersifat sementara.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu.
(QS. Al Hadiid, 57: 20)
Semua orang
tahu bahwa dunia ini fana. Namun tetap saja mata kita masih buta melihat
hakekat. Hal ini karena kefanaannya tertutupi oleh hal-hal yang mengasyikkan.
Kecantikan wajah, kemolekan tubuh, kemewahan harta benda, ketenaran status
sosial, kelezatan makanan dan berbagai kenikmatan lainnya. Kita terpedaya oleh
ilusi fun yang Fana. Kesenangannya yang bersifat sementara.
Di saat waktu berhenti. Kosong
......
Dimensi membutakan mata memekakkan
telinga
Lalu diri menjadi hampa
Disaat paradigma dunia tak lagi
digunakan untuk menerka
Sadarku akan hadirmu, mematahkan
sendi sendi yang tlah lama tegak berdiri
~Dian sastro~
Dunia dalam kemasan
Dari
perumpamaan manusia gua yang terperangkap dalam persepsinya, ternyata
perumpamaan itu telah terbukti dengan munculnya fakta bahwa manusia pun
bergantung pada persepsi dalam melihat dunia.
Hal ini pula tanda-tanda dari ke fanaan kehidupan dunia. Maka Tak salah
jika kami sebut dunia ini dalam kemasan.
Kemasan yang jika tak ditanggapi dengan arif akan menjadi tipu daya.
Tapi apakah
itu berarti kita harus mengutuk dunia dan seluruh isinya? Karena kitapun bagian
dari dunia. Kami tak hanya ingin berpanjang lebar dalam hal-hal negatif kemasan
dunia. Karena Kemasan dunia juga punya
sisi yang positif. Hidup memang harus seimbang. Makanya sebaik-baik perkara
adalah yang moderat.
Seperti apa
kemasan dunia itu. Lebih lengkapnya kami belum tahu. Karena penulispun masih
berproses dalam kemasan yang kadangkala menipu persepsi.
Yuk baca surat Hasan al-Basri
Apa yang
telah hilang – kendati sangat banyak-tidak bisa dibandingkan dengan apa yang
masih ada, kendati mencarinya adalah sesuatu yang mulia. Bersabar terhadap
kelelahan sebentar yang menghasilkan istirahat lama itu lebih baik , daripada
penyegeraan istirahat sebentar yang menghasilkan kelelahan abadi.
Waspadalah
terhadap dunia yang menipu, berkhianat, dan memperdaya. Ia berhias dengan
tipuannya, berdandan dengan muslihatnya, membunuh manusia dengan
mimpi-mimpinya, dan membuat rindu para pelamarnya, hingga Ia menjadi seperti
pengantin yang menjadi pusat perhatian. Semua mata melihat kepadanya.
Semua hati
rindu kepadanva. Dan semua jiwanya tertarik kepadanya. Ia menjadi pembunuh bagi
semua suami- suaminya. Tragisnya orang yang masih hidup tidak mau belajar dari
orang yang telah meninggal dunia, generasi terakhir tidak mengambil pelajaran
dari generasi pertama, orang bijak tidak mendapatkan manfaat dari banyaknya pengalaman,
dan orang yang kenal Allah dan beriman kepada-Nya tidak ingat ketika la diberi
penjelasan tentang dunia.
Akibatnya,
hati manusia mencintai dunia dan jiwa mereka kikir dengannya. Ini semua tidak
lain bentuk kerinduan kita kepada dunia, karena barangsiapa merindukan sesuatu,
Ia tidak memikirkan yang lain. Ia mati ketika memburunya atau berhasil
mendapatkannya. Kedua orang tersebut adalah perindu dan pemburu dunia.
Perindu dunia
telah sukses mendapatkan dunia dan tertipu dengannya. Dengan dunia, Ia lupa
akan prinsip dan hari akhirat. Hatinya disibukkan oleh dunia. Hatinya dibuat
larut oleh dunia, hingga kakinya tergelincir di dalamnya, dan kematian datang
kepadanya dengan sangat cepat daripada sebelumnya. Ketika itu, penyesalanya pun
menggelembung, kesedihannya membesar, terkumpul padanya sakaratul maut dan rasa
sakitnya dengan sedih kehilangan dunia.
Sedang orang
kedua meninggal sebelum berhasil memenuhi kebutuhannya. Ia pergi
(Penggalan
surat Hasan al-basri kepada khalifah umar)
Oleh Ilham Mansur
Ketua Bidang Pemberdayaan Umat
HMI Cabang Bogor Periode 2013-2014
Komentar
Posting Komentar