Langsung ke konten utama

SEJARAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


Kelahiran HMI dimulai dari kisah seorang mahasiswa yang bernama Lafan Pane. Ia gelisah melihat pergerakan mahasiswa saat itu. Utamanya, potensi mahasiswa islam yang dirasa perlu diorganisir dengan baik, sehingga ia berinisiatif untuk mendirikan organisasi mahasiswa Islam. Ketika mata kuliah Tafsir dengan dosen Husein Yahya di kampus Sekolah Tinggi Islam (STI) Yohyakarta, Lafran Pane meminta izin untuk menggunakan tempat dan jam kuliah untuk mengadakan rapat pendirian organisasi mahasiswa. Husein Yahya mengizinkan bahkan mengikuti jalannya rapat tersebut.

Ketika mahasiswa STI mulai memasuki ruangan dan bersiap mamulai mata kuliah Tafsir. Lafran Pane tampil di depan ruang kuliah dan menjelaskan dengan lantang bahwa kesempatan kuliah tersebut akan digunakan untuk pembentukan organisasi mahasiswa Islam. Dengan percaya diri Lafran Pane menjelaskan bahwa semua persiapan untuk pembentukan organisasi mahasiswa islam sudah dilakukan, tinggal dieksekusi saja. Seketika ruang kuliah STI kala itupun menjadi gempar. Terjadi perdebatan dan diskusi yang seru nan dinamis dalam membahas gagasan tersebut. Lafran Pane mempertahankan gagasannya dengan gigih dan menjawab dengan bijak berbagai respon yang dilontarkan kawan-kawan sekelasnya saat itu.

Setelah berdiskusi panjang lebar, Alhamdulillah, akhirnya seluruh mahasiswa setuju dengan suara bulat mendirikan organisasi mahasiswa Islam dengan nama Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI. Waktu itu menunjukkan tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 4 Februari 1947 M. Itulah hari bersejarah bagi HMI, dan tonggak awal bagi pergerakan mahasiswa islam serta bangsa Indonesia pada umumnya. Jerih payah Lafran Pane dan 14 orang kawan-kawannya mahasiswa STI, mungkin tidak akan pernah terbayang sebelumnya kelak organisasi ini membuahkan hasil gemilang. HMI menjadi organisasi mahasiswa yang besar dan terkemuka.

HMI lahir sebagai jawaban atas ketidak puasan dengan pergerakan organisasi mahasiswa saat itu. Organisasi mahasiswa sudah terkooptasi oleh ideologi partai dan dirasa tidak mewakilkan aspirasi mahasiswa islam. Organisasi Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) yang menjadi organisasi masif di yogya kala itu, tidak luput pula, terpengaruh oleh para aktivis Partai Sosialis (PS) dan karenanya pergerakan condong pada ideologi komunis. Tentu saja tidak semua mahasiswa, khususnya mahasiswa islam sepakat dengan realitas tersebut, bahkan yang mengemuka pada mahasiswa Yogyakarta adalah ketidakpuasan terhadap PMY. Disisi lain, hadirnya gaya hedonis yang jauh dari nilai-nilai islam, sehingga semakin memantapkan mahasiswa islam untuk mendirikan organisasi mahasiswa sendiri. Semangat juang kian menggelora dan tak terbendung lagi, hingga terbentuklah organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Pembentukan HMI bukan hanya tidak cocok dengan PMY, namun lebih luas dari itu karena adanya dorongan kepentingan  lebih luas sebagai respon atas tuntutan perjuangan melawan penjajah Belanda, kesadaran yang mendalam atas kedudukan dan peranan mahasiswa sebagai kader bangsa yang dituntut tanggungjawabnya secara nyata di tengah-tengah masyarakat. Sewaktu Belanda melakukan Agresi Militer I, 21 Juli 1947, para mahasiswa Yogyakarta secara spontan menyatakan kerelaannya menjadi garda terdepan dalam berjuang. Agar menguasai tata cara pertempuran, para mahasiswa dilatih secara kilat tentang kemiliteran selama 7 hari yang diselenggarakan oleh Markas Besar Tertinggi (BMT) TNI Angkatan Darat. Dalam pendidikan itu akhirnya terbentuklah Corps mahasiswa (CM) dengan komandannya Hartono. Hartono adalah mahasiswa yang tercatat sebagai anggota HMI. Anggota CM dari HMI bukan Hartono saja, tetapi juga ada Ahmad Tirtosudiro sebagai wakil komandan dan masih banyak nama lainnya.

Keterlibatan HMI dalam perjuangan mempertahankan NKRI medapat apresiasi dari Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) Jenderal Besar Sudirman. Pada Dies Natalis I HMI di Bangsa Kepatihan, Yogyakarta, 6 Februari 1948, Sudirman selain mengartikan HMI sebagai Himpunan Mahasiswa Islam, juga mengartikannya sebagai Harapan Masyarakat Indonesia.

Di sisi lain juga secara politis, perkembangan komunisme mulai menghawatirkan. Dalam pandangan pendiri HMI, bahwa bagaimanapun di dalam suasana perang, mahasiswa tidak boleh lengah apalagi berhura-hura seperti pergaulan di lingkungan PMY, melainkan harus bangkit berjuang dengan tujuan mempertahankan negara Republik Indonesia, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dari rumusan itu tergambar secara utuh terintegrasinya wawasan keislaman dan keindonesian. Bagi HMI tidak ada dikotomi antara keislaman dan keindonesiaan. Suasana kebatinan inilah yang kemudian menjadi karakter HMI, sebagai organisasi kader umat dan kader bangsa. Sedangkan wawasan kemahasiswaan menunjukkan HMI adalah organisasi mahasiswa yang berorientasi pada ilmu pengetahuan.


Dalam perjalanannya HMI banyak melahirkan dokumen organisasi yang menjadi pegangan bagi sekorang kader dalam berproses di dalamnya seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP), Tafsir Azas, Tafsir Tujua, Tafsri Independensi, Karakteristik HMI mengandung prinsip-prinsip: Berazaskan Islam bersumber pada Al-Qur’an serta As-Sunnah. Berwawasan keislaman, keindonesiaan atau kebangsaan dan kemahasiswaan. Bertujuan membina lima kualitas insan cita di dalam pribadi seorang mahasiswa yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kemanusiaan. Bersifat independen. Berstatus sebagai organisasi mahasiswa. Berfungsi sebagai organisasi kader. Berperan sebagai organisai perjuangan. 

Referensi Pustaka: Buku HmI Candradimuka Mahasiswa karangan Drs. H. Solichin

Oleh Joni Iskandar
Ketua Bidang Pembinaan Anggota 
HMI Cabang Bogor Periode 2013-2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APA DAN BAGAIMANA SETELAH MASUK HMI? (Sesi Wawancara dengan Ketum HMI Cabang Bogor)

                    Pada kesempatan ini kami sengaja kembali menghadirkan sesi wawancara khusus dengan ketua umum HMI Cabang Bogor periode 2013-2014, Bang Qiki Qilang Syachbudy. Wawancara ini sengaja dilakukan karena banyaknya pertanyaan baik dari kader ataupun masyarakat umum tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan setelah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Berikut adalah wawancaranya.

Pilkada Kabupaten Bogor 2018, HMI Bersikap Netral

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Joni Iskandar, menyampaikan agar seluruh kader HMI cabang Bogor  bersikap netral dalam pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Rabu, 27 Juni 2018. Ajakan tersebut disampaikan di Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam (GSMI), sekretariat HMI Cabang Bogor, Selasa (26/06). "Kader HMI harus bersikap netral sebagai bentuk pengejawantahan independensi organisatoris. Tidak dibenarkan jika kader HMI melakukan komitmen dalam bentuk apapun dengan pihak luar, apalagi ikut andil dalam politik praktis memenangkan satu kandidat," ungkap Joni. Dalam kesempatan tersebut Joni juga meminta kepada seluruh penyelenggara pemilu dan pihak keamanan agar menjalankan kewajibannya sesuai amanat yang sudah diberikan. "Kami meminta kepada semua aparatur negara dan pihak keamanan  menjalankan tugasnya dengan baik dalam mengawal pemilu demi terwujudnya Pilkada damai dan bersih," pungkas Joni mengakhiri.

SEKOLAH MENULIS, ARISAN BACA, DAN FLD?

  Judul di atas memang menarik untuk dibahas pada kesempatan ini mengingat kita sama-sama tahu bahwa HMI Cabang Bogor harus terus eksis dalam mencetak kader-kader militan ummat dan bangsa.