Sampai kapanpun
manusia akan selalu menjadi tawanan persepsi di dunia (yang digambarkanPlato). Karena kehidupan ini memang
sekumpulan persepsi. Beberapa pemikir
seperti Harun Yahya telah mengemukakan fakta tersebut. Tidak ada salahnya kalau
kita bahas beberapa teori mereka. Meskipun, paham Materialis tak akan menerima
hal ini.
Mungkin dulu
orang berpendapat bahwa kehidupan ini terjadi di luar diri kita. Namun beberapa
pemikir modern menemukan teori baru. Bahwa dunia yang kita sangka-sangka.
Sebenarnya berada di dalam diri kita sendiri. Persis seperti apa yang
dipersepsikan tawanan gua. (Penjelasan manusia silahkan baca disini)
Panca indera
memang mengalami pengalaman di dunia luar, namun tetap saja yang menerjemahkan
semua itu adalah otak manusia. Saat kita melihat sebuah jeruk, yang ditangkap
oleh mata adalah pantulan sinar Foton dari jeruk tersebut. Sinar foton itulah
yang dikonversikan menjadi sinyal-sinyal yang akan diterjemahkan otak. Jadi apa
yang diterima oleh otak bukanlah objek yang sebenarnya. Melainkan sinyal-sinyal
yang memicu reaksi pada otak sehingga seakan-akan kita melihatnya. Padahal
mungkin saja objek jeruk itu tak ada. Seperti yang dialami oleh orang yang
berhalusinasi atau bermimpi. Mereka seakan benar-benar seperti melihat
kenyataan. Namun semua itu hanyalah reaksi yang dipersepsikan otak.
“Di dalam mimpiku, aku melihat
diriku berjalan ke suatu tempat, tatkala aku bangun aku sadar aku tidak
kemana-mana tapi aku tetap di sini, dan aku mendapatkan diriku tetap berbaring
di tempat tidurku. Siapa yang bisa menjamin bahwa saat ini aku tidak sedang
bermimpi atau hidupku saat ini bukanlah sebuah mimpi?”
_Descartes_
Hal yang sama
terjadi pada indra yang lainnya. Saat
kita mencium, mengecap dan meraba jeruk tersebut. Yang tiba di otak tak lain
hanyalah sinyal-sinyal yang sudah dikonversikan. Sehingga semua jenis rasa,
bau, dan bentuk adalah hasil dari penerjemahan otak. Dan Bisa saja penerjemahan
itu tidak sesuai dengan keadaan jeruk di dunia luar otak kita. Karena semua
adalah persepsi. (#seperti ilustrasi
tawanan gua plato).
Jadi apa yang
kita lihat, simak, rasa, dan raba. Tak lain hanyalah sekumpulan sinyal-sinyal
yang diterjemahkan di dalam otak manusia.
Maka dari
itu, sampailah kita pada suatu kesimpulan bahwa manusia itu hidup dalam ilusi
persepsi. Bahkan tulisan ini juga tak lain merupakan sekumpulan persepsi si
penulis.
(#Kalau memang kita hidup dalam kerangka persesi dan
ilusi. Lalu di mana kebenaran yang sebenarnya? )
Sebelumnya
kita harus mengetahui bahwa hanya dia yang Maha benar yang memegang kebenaran
yang Hakiki. Kepada Dia-lah kita meminta petunjuk untuk mengetahui kebenaran
dan kenyataan tertinggi. Ibarat manusia gua Plato, Dialah yang telah
membebaskan orang-orang pilihan untuk keluar dari gua persepsi dan melihat
kenyataan yang sebenarnya. Dan memerintahkan mereka (Sang terpilih) untuk
menunjukkan kenyataan yang sebenarnya kapada para manusia yang masih tertawan
oleh ilusi persepsi di dunia.
Dari
merekalah kita bisa mengetahui kebenaran tertinggi. Manusia pilihan tersebut
kadang menjelaskannya dengan berbagai metafora dan perumpamaan untuk memudahkan
kita. Dan juga kadang disertai dengan kelebihan tertentu di luar kemampuan
manusia sebagai bukti kebenaran yang mereka bawa.
Sayangnya
beberapa orang mungkin akan sulit
menerima langsung hal-hal di luar persepsi kita selama ini. Makanya tak jarang
orang seperti mereka dianggap gila dan ingin dibunuh oleh orang lain.
(#bisakah
kita keluar dari dunia persepsi saat ini dan langsung merasakan kehidupan
sesungguhnya). Bisa saja, tapi cuma manusia tertentu yang mengerti akan hal
itu.
Manusia biasa
tak akan sampai pada kenyataan diluar otaknya. Karena sistem yang ada pada kita
memang telah diatur untuk itu. Justru karena adanya persepsi, manusia
dipersilahkan untuk bereksplorasi dengan akalnya. Mau dibawa kemana pola
pikirnya nantinya.
Anda bisa
saja keluar dari dunia persepsi, dengan satu cara yaitu dengan maut. Ketika
anda berhenti berpersepsi, itulah yang disebut dengan kematian. Kematian akan mengantarkan kita untuk melihat
kehidupan nyata yang sesungguhnya.
Tetapi kamu (orang-orang kafir)
memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. (QS. Al-A'laa, 87: 16-17)
Oleh Ilham Mansur
Ketua Bidang Pemberdayaan Umat
HMI Cabang Bogor Periode 2013-2014
Komentar
Posting Komentar