Langsung ke konten utama

Konsep Maqoshid Syariah Imam Ghozali Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Di Abad Modern

              


Pada saat ini umat islam dihadapkan kepada persoalan-persoalan ekonomi kontemporer, akibat dari kemajuan peradaban manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan. Munculnya kegiatan ekonomi dengan segala ragamnya yang begitu kompleks, menimbulkan pula permasalahan hukum di kalangan umat. Kompleksitas permasalahan ekonomi dewasa ini juga menuntut adanya elastisitas, fleksibilitas dalam memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi (Arief, 2002:200)

Dalam teori pertingkatan norma hukum islam, maslahah adalah tujuan filosofis dasar dari penetapan hukum islam. Contoh kaidah yang mengatakan bahwa bukti tertulis sama dengan bukti ucapan lisan, al-kitab kalkhitab (Tulisan itu sama dengan ucapan). Misalnya dalam dunia perdagangan, kerap kali jual beli yang dilakukan oleh orang yang berlainan tempat yang menggunakan tulisan dalam menggunakan akad. Tak lain hanya untuk mempermudah transaksi yang dilakukan.

Dari contoh tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam prinsip-prinsip ekonomi islam menerapkan kaidah-kaidah yang bermuara pada terciptanya kemaslahatan, seperti memberikan kemudahan dan lain sebagainya. Dalam prinsip memberikan kemudahan, maka akan mengimplikasikan bahwa pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi prioritas harus didahulukan daripada kebutuhan yang tidak prioritas. Namun sayangnya, kita terkadang tak bisa membedakan mana kebutuhan yang harus kita dahulukan dan mana keinginan yang bisa dinomor sekiankan. Kebutuhan itu sama dengan fardhu ‘ain, yakni kewajiban yang jika tidak dipenuhi akan mengganggu kelangsungan hidup. Sementara keinginan itu sama dengan mubah. Jika dipenuhi tak apa-apa namun jika ditinggalkan tak akan menjadi pengganggu dalam kehidupan. Tapi kok faktanya, sebagian besar dari kita malah lebih mendahulukan yang mubah dari yang fardhu.

Kita lebih mendahuluan style daripada mementingan nasib tetangga kita. Kita seakan lupa dengan peran kita sebgai agen Tuhan yang menjadi pengejawantahan nilai-nilai islam jika sudah berurusan dengan dunia. Kita terkadang lebih memilih update Gadget daripada upgrage potensi yang bisa menebar manfaat untuk semesta. lalu siapa sebenarnya kita, ketika kita lebih banyak menghabiskan waktu dalam melayani keinginan-keinginan pribadi daripada menebar manfaat untuk dunia. Dan inilah rupa dari fenomena yang sering kita hadapi di abad modern ini.

Contoh kecil yang sering kita hadapai saat ini, kita semua mengetahui bahwa fungsi  handphone (HP) pada dasarnya memudahkan komunikasi agar yang jauh terasa dekat. Tapi kok, fakta yang terjadi sekarang berbanding terblik dengan peran idealnya. Fenomena HP malah menjauhkan yang dekat. Jika kita lihat fenomena yang terjadi, kabanyakan dari kita terkadang lupa teman sekitar jika sedang maen HP. Kita terkadang tidak mendengar apa yang dikatakan teman kita ketika sedang berasyik masyuk dengan HP. Padahal esensi HP itu memudahkan komunikasi.

Saat ini kita masuk dalam sebuah masa, dimana kebutuhan itu bisa diciptakan dan kita dibuat seakan-akan butuh dengan entitas yang sengaja diciptakan tersebut. Benarkah cantik dan ganteng itu diidentikan dengan kulit yang putih, rambut lurus, hidung mancung dan sejenisnya? Sehingga yang berkulit hitam bersegera membeli bedak pemutih, yang rambut kriting ingin merebonding rambutnya agar kelihatan lurus dan masih banyak contoh-contoh lain. Dan yang menjadi pengikut faham seperti tidaklah sedikit. Padahal sejatinya, apapun atifitas yang kita lakukan di dunia hanyalah sebagai penopang dari kehidupan ukhrowi. Dalam hal ini, Hujjatul islam imam Al-Ghozali mengatakan bahwa tujuan hidup seorang muslim adalah menggapai Ridho Allah dan mencapai keselamatan di akherat. Dengan berbekal dua prinsip inilah landasan dari aktivitas yang dilakukan.

Dalam konsep Maqashid Syari’ah seseorang harus memenuhi kebutuhannya secara seimbang antara duniawi dan ukhrowi, tidak berlebihan dan harus mengarah pada kemaslahatan. Sebagaimana penjelasan Imam Asy-Syatibi mengenai konsep antara wants dan needs. Dalam framework Islami, seluruh hasrat manusia tidak bisa dijadikan sebagai needs. Hanya hasrat yang memiliki maslahah atau manfaat di dunia dan di akhirat yang bisa dijadikan sebagai needs. Kemaslahatan yang menjadi tujuan utama dari konsep maqaashid syari’ah adalah kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Imam al-Ghozali mengatakan bahwa dalam rangka melakukan aktifitas ekonomi untuk memakmurkan dunia, manusia harus membatasi wasilahnya (sarana) hanya pada batas-batas dhoruriyat saja. Tesis ini senantiasa diulang-ulang dan sangat ditekankan oleh al-Ghozali dalam banyak kesempatan di kitab-kitabnya. Penekanan ini tentu saja terjadi karena dominasi sufisme dalam diri al-Ghozali.


Imam al-Ghozali juga menguraikan dengan rinci mengenai keadaan manusia yang terjerumus ke dalam kesesatan karena keliru melihat hakekat wasilah, sehingga tujuan yang diimpikan tidak pernah tercapai oleh manusia. Banyak manusia yang silau dengan wasilah sehingga melihatnya sebagai tujuan dan mereka terperdaya dengan keindahannya dan akhirnya lupa pada tujuan yang sebenarnya, untuk apa mereka diciptakan. Beliau dengan sangat mendalam menasihati kita semua agar jangan sampai tergelincir menjadi homo economicus seperti yang menjadi dasar asumsi ilmu ekonomi konvensional. Pada saat yang sama kita diberi resep–resep dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk senantiasa wasapada terhadap kilauan kesenangan yang menipu, dan tetap menjadi insan kamil (homo islamicus).

Oleh Joni Iskandar
Kepala Bidang Pembinaan Anggota
HMI Cabang Bogor 2013-2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APA DAN BAGAIMANA SETELAH MASUK HMI? (Sesi Wawancara dengan Ketum HMI Cabang Bogor)

                    Pada kesempatan ini kami sengaja kembali menghadirkan sesi wawancara khusus dengan ketua umum HMI Cabang Bogor periode 2013-2014, Bang Qiki Qilang Syachbudy. Wawancara ini sengaja dilakukan karena banyaknya pertanyaan baik dari kader ataupun masyarakat umum tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan setelah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Berikut adalah wawancaranya.

Pilkada Kabupaten Bogor 2018, HMI Bersikap Netral

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Joni Iskandar, menyampaikan agar seluruh kader HMI cabang Bogor  bersikap netral dalam pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Rabu, 27 Juni 2018. Ajakan tersebut disampaikan di Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam (GSMI), sekretariat HMI Cabang Bogor, Selasa (26/06). "Kader HMI harus bersikap netral sebagai bentuk pengejawantahan independensi organisatoris. Tidak dibenarkan jika kader HMI melakukan komitmen dalam bentuk apapun dengan pihak luar, apalagi ikut andil dalam politik praktis memenangkan satu kandidat," ungkap Joni. Dalam kesempatan tersebut Joni juga meminta kepada seluruh penyelenggara pemilu dan pihak keamanan agar menjalankan kewajibannya sesuai amanat yang sudah diberikan. "Kami meminta kepada semua aparatur negara dan pihak keamanan  menjalankan tugasnya dengan baik dalam mengawal pemilu demi terwujudnya Pilkada damai dan bersih," pungkas Joni mengakhiri.

SEKOLAH MENULIS, ARISAN BACA, DAN FLD?

  Judul di atas memang menarik untuk dibahas pada kesempatan ini mengingat kita sama-sama tahu bahwa HMI Cabang Bogor harus terus eksis dalam mencetak kader-kader militan ummat dan bangsa.