Langsung ke konten utama

Kekuatan Karakter Seorang Tan Malaka


Tidak bisa disangkal lagi bahwa aroma kemerdekaan pada awal abad ke-20 sudah mulai terhirup. Banyak orang yang sudah mengawang-awang pikirannya ke depan memimpikan suasana indah ketika hidup pada alam kemerdekaan, dimana manusia tidak lagi terbelenggu oleh intervensi asing yang berlaku seperti halnya manusia biadab yang dengan tanpa peri kemanusiaan menancapkan sebuah penghisap diseluruh dadanya orang-orang Indonesia untuk dihisap kesejahteraannya. 



            Kenyataan itu sebetulnya sudah banyak yang menentangnya, meskipun hanya dalam lubuk hati paling dalam saja. Lalu kemudian selanjutnya proses menulispun menjadi sedikit mencuat. Orang-orang yang merasakan ketidakadilan pada waktu itu berusaha untuk menyadarkan para saudara satu bangsanya melalui tulisan. Sebut saja diantaranya adalah Raden Mas Tirto Adhi Suryo (RMTAS) dan Kartini mereka menjadi sebuah pertanda zaman benih-benih kemerdekaan mulai disemai dan tinggal menunggu musim hujan saja maka benih itu akan segera menghijau dan menunjukkan keindahannya.


            Tan Malaka merupakan benih yang sudah mulai menghijau itu. Layaknya seperti benih, maka pemikiran Tan Malakapun belum menunjukkan bentuknya yang jelas. Pemikiran Tan Malaka ini lebih banyak kepada pembenahan atas keadaan tanah dan lingkungan sebagai sebuah syarat agar tanaman itu tumbuh subur. 


            Dalam hal pemikiran bentuk negara, Tan Malaka tidak memiliki konsep kenegaraan yang jelas. Ia hanya menyebutkan bahwa bentuk negara yang dikehendakinya adalah bentuk negara republik. Tan Malaka tidak setuju dengan sistem pemerintahan parlementer, karena menurutnya sistem parlementer hanya merupakan budak dari para penjajah yang berusaha mempengaruhi kehidupan rakyat melalui orang-orang yang menjadi anggota dari parlemen itu. 


            Menurut Tan Malaka, satu-satunya jalan untuk mengusahakan Indonesia merdeka adalah dengan jalan radikalisme dan perlawanan yang tidak kenal kompromi. Karena menurutnya, jalan kompromi hanyalah akan membuka peluang bagi bangsa penjajah untuk terus melestarikan jajahannya di Indonesia. Pendapat Tan Malaka ini sangat berseberangan dengan pendapatnya Sjahrir yang menginginkan jalan diplomasi dalam memperjuangkan nasib rakyat Indonesia.


            Oleh karena itu menurut Tan Malaka diperlukan sebuah partai pelopor untuk membangun kesadaran dan kemampuan rakyat dalam rangka menciptakan massa aksi.


            Tetapi menurut Tan Malaka hal yang terpenting daripada itu adalah dengan membangun kekuatan rakyat dari dalamnya. Seperti misalnya Tan Malaka menyebutkan bahwa ia sangat khawatir ketika melihat para rakyat Indonesia yang masih menyakralkan seseorang. Menurutnya hal inilah yang menyebabkan rakyat Indonesia sulit untuk diajak bergerak dan berfikir rasional.


Tan Malaka memang hampir saja menjadi sebuah legenda karena sosoknya yang tidak pernah tampil di muka publik kecuali dengan tulisan-tulisannya. Tetapi dengan tulisan tulisannya itulah maka ia telah berhasil sebagai guru bangsa yang mampu mencerahkan para pejuang bangsa yang pada waktu itu sedang dibingungkan dengan arah yang akan dituju sebagai suatu bangsa yang bermartabat. 


Dialah Tan Malaka yang banyak orang mengira bahwa ia adalah pahlawan yang kesepian. Padahal menurut penulis bahwa inilah Tan Malaka yang penuh dengan rasa percaya diri, dialah pahlawan yang penuh dengan karakter dan penuh dengan keikhlasan. Orang yang menganggap Tan Malaka adalah seorang yang kesepian kiranya kurang tepat, karena di dalam otak dan pikirannya tengah berkecamuk gamelan rasa rindu kepada kemerdekaan. Gamelan itulah justru yang kemudian keluar dari jiwanya untuk menghilangkan rasa kesepian di seluruh dadanya rakyat Indonesia. 
 

Qiki Qilang Syachbudy

Ketua Umum HMI Cabang Bogor Periode 2013 - 2014
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APA DAN BAGAIMANA SETELAH MASUK HMI? (Sesi Wawancara dengan Ketum HMI Cabang Bogor)

                    Pada kesempatan ini kami sengaja kembali menghadirkan sesi wawancara khusus dengan ketua umum HMI Cabang Bogor periode 2013-2014, Bang Qiki Qilang Syachbudy. Wawancara ini sengaja dilakukan karena banyaknya pertanyaan baik dari kader ataupun masyarakat umum tentang apa dan bagaimana yang harus dilakukan setelah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Berikut adalah wawancaranya.

Pilkada Kabupaten Bogor 2018, HMI Bersikap Netral

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor, Joni Iskandar, menyampaikan agar seluruh kader HMI cabang Bogor  bersikap netral dalam pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Rabu, 27 Juni 2018. Ajakan tersebut disampaikan di Gedung Serbaguna Mahasiswa Islam (GSMI), sekretariat HMI Cabang Bogor, Selasa (26/06). "Kader HMI harus bersikap netral sebagai bentuk pengejawantahan independensi organisatoris. Tidak dibenarkan jika kader HMI melakukan komitmen dalam bentuk apapun dengan pihak luar, apalagi ikut andil dalam politik praktis memenangkan satu kandidat," ungkap Joni. Dalam kesempatan tersebut Joni juga meminta kepada seluruh penyelenggara pemilu dan pihak keamanan agar menjalankan kewajibannya sesuai amanat yang sudah diberikan. "Kami meminta kepada semua aparatur negara dan pihak keamanan  menjalankan tugasnya dengan baik dalam mengawal pemilu demi terwujudnya Pilkada damai dan bersih," pungkas Joni mengakhiri.

SEKOLAH MENULIS, ARISAN BACA, DAN FLD?

  Judul di atas memang menarik untuk dibahas pada kesempatan ini mengingat kita sama-sama tahu bahwa HMI Cabang Bogor harus terus eksis dalam mencetak kader-kader militan ummat dan bangsa.