Salah seorang kader HMI Cabang Bogor, Achmat Fathullah atau biasa dipanggil Ata mendapatkann award atas gerakan dan komunitas yang ia bangun dan konsisten bergerak di bidang Pendidikan. Penghargaan tersebut diberikan oleh SATU Indonesia Awards (SIA) yakni apresiasi Astra untuk anak bangsa, baik individu maupun kelompok yang memiliki kepeloporan dan idealisme untuk berbagi dengan sesama. Sejak tahun 2010, Astra mencari pemuda-pemudi yang memiliki semangat yang sejalan dengan Astra, senantiasa memberikan manfaat bagi masyarakat luas di lima bidang: Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Wirausaha, dan Teknologi.
Dewan Juri pada SIA 2018 terdiri dari: Prof. Emil Salim (Dosen Ilmu Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Indonesia), Prof. Nila Moeloek (Menteri Kesehatan Republik Indonesia), Prof. Fasli Jalal (Guru Besar Pasca Sarjana Universitas Negeri Jakarta), Ir. Tri Mumpuni (Pendiri Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan), Onno W. Purbo Ph.D. (Pakar Teknologi Informasi) serta dari PT Astra International Tbk dan Tempo Media Group.
Sekretaris HMI Komisariat Vokasi IPB menerima apresiasi tingkat Provinsi SATU Indonesia Award 2018 untuk kategori Pendidikan dengan proses seleksi yang cukup ketat. Mahasiswa Asal Sungai Liat, Bangka ini merupakan Founder Komunitas Teman Difabel yang fokus pada gerakan edukasi disabilitas. Ata direkomendasikan oleh Antara News dan Tempo untuk menerima award pada SIA tahun ini.
Ditanya alasan dibalik pendirian komunitas Difabel, Ata menjelaskan bahwa komunitas tersebut berasal dari pengalaman masa lalunya, tentang seorang teman difabel yang kurang bebas dalam beraktivitas karena tindakan yang terlalu berlebihan dari orangtuanya.
“Ketika SMA saya memiliki teman yang menyandang disabilitas. Dia adalah seorang teman tuli, dalam kesehariannya dia sering mendapatkan perlakuan diskriminatif dari teman teman di sekitar rumahnya. Oleh karena itu orang tuanya terlalu over protektif kepadanya sehingga banyak hal yang dibatasi oleh orang tuanya. Saat ini ia tidak mengenyam Pendidikan tinggi di universitas karena akses untuk ke universitas masih sangat minim dan ditambah dengan pengetahuan yang diberikan oleh SMA LB tak seimbang dengan pengetahuan yang diterima siswa pada umumnya. Tidak hanya itu, akses pelayanan public pun tak berpihak kepadanya, dia harus membawa kertas setiap saat jika berpergian”. Ungkap penghuni asrama Felicia tersebut.
Komentar
Posting Komentar