Tepat
22 Maret
2016, dunia akan memperingati Hari Air sedunia, sebagai bentuk kepedulian kita
semua terhadap air sebagai penunjang paling penting bagi kehidupan manusia. Hal
ini tentu beralasan karena manusia sendiri, di dalam tubuhnya terkandung 90
persen air. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan (archipelago state), memiliki kekayaan
air yang berlimpah ruah, apalagi di saat musim hujan. Namun, bagaimana jadinya apabila Indonesia di masa depan nanti
menjadi kering dan langka akan air?
Sebenarnya,
khususnya di Bogor, kelangkaan akan air telah kita alami (atau mungkin di masa
depan nanti akan terjadi lagi) kelangkaan air akibat musim kemarau. Di beberapa
tempat di Indonesia juga mengalami nasib yang sama bahwa kelangkaan air telah
banyak menyulitkan kehidupan manusia. Apabila hal ini tak dapat ditanggulangi
di masa depan, maka kita sama saja mengundang kesalahan sama yang nantinya akan
berakibat lebih buruk lagi, bagaikan tikus yang mati di lumbung padi (lihat al-Baqarah [2]: 266).
Di
satu sudut, dunia internasional telah mengakui bahwa hak atas air merupakan
bagian dari Hak Asasi Manusia, meskipun dalam perjalanan dalam pengakuan Hak
Atas Air tersebut berjalan panjang dalam sejarahnya, yang dimulai Universal
Declaration of Human Rights tahun 1948, International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights (ICESCR) tahun 1966 hingga General Comment No. 15
ICECSR tahun 2002 tentang pentingnya air sebagai benda publik dan sumber daya
alam yang terbatas yang fundamental untuk kehidupan dan kesehatan.
Namun,
di sisi lain, dalam menjaga dan menjaga air, seringkali kita dihadapkan
berbagai isu miring yang lebih banyak kaitannya dengan pembangunan-pembangunan
yang kini sedang banyak dibicarakan untuk menggerakkan ekonomi. Seringkali,
atas nama pembangunan di masa lalu, lingkungan menjadi tumbalnya sehingga
berefek kepada kelangsungan hidup manusia serta kelangsungan lingkungan tempat
manusia tinggal. Efek ini berimbas
kepada ketersediaan air dan masalah yang berkaitan dengan air. Misalkan saja
banjir akibat masalah tempat resapa air yang telah ditutupi oleh lahan proyek
pembangunan, pencemaran air karena limbah rumah tangga dan industri sehingga
menimbulkan masalah kesehatan dan kebutuhan pokok masyarakat, serta masalah
keringnya sumur warga akibat eksploitasi secara tidak terbatas pihak-pihak yang
berkepentingan dengan air tersebut hingga menimbulkan langkanya ketersediaan
air. Juga masalah pengelolaan hutan yang dinilai belum berjalan efektif yang
berakibat tidak ada ‘benteng alam’ dalam menahan air dan menciptakan bencana
lain, seperti tanah longsor dan banjir bandang. Apabila air tidak dikelola
dengan baik, maka air akan menampakkan wajahnya mengerikan: bencana dan
kematian.
Berbicara
dalam segi ajaran Islam yang memuat ajaran yang haq lagi sempurna, air dapat
dikatakan sebagai simbolik kehidupan (lihat
Surah al-Baqarah [2]: 265). Bahkan, dalam menggambarkan kekuasaan Allah,
tercantum suatu ayat bahwa singgasana Allah (al-‘Arsy) berada di atas air. Dengan lain perkataan, air merupakan
hal yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia secara universal dan tidak
bisa dipisahkan dalam beribadah. Misalkan saja, dalam bab Thaharah, air
memiliki kedudukan penting dalam mensucikan manusia sebelum ia beribadah Shalat
menghadap kepadaNya, seperti wudhu, mandi junub dan lain sebagainya.
Mari
kita berbicara lebih jauh dalam pengelolaan dan pengurusan sumber daya air
dalam ajaran Islam. Dalam beberapa bab
thaharah, pembahasan mengenai air sangatlah sentral, karena itulah air
sangat terkait sekali dengan dimensi ibadah yang berkenaan dengan kewajiban
individu yang tak terpisahkan (fardhu).
Masalah mengenai air, karena penting baik dalam segi ibadah dan kehidupan
biologis makhluk hidup, maka air sendiri banyak diatur dalam berbagai aturan
fiqh, seperti adabab adab terhadap air yang juga menjadi bagian dari pembahasan
thaharah hingga dengan berkenaan dengan politik ekonomi Islam yang juga
tertuang dalam politik hukum Islam (siyasah
syar’iyyah wa siyasah maaliyah).
“Dari Hibban bin Zaid asy-Syar’abi dari seorang lelaki dari kalangan masyarakatnya, dia berkata kepadanya, “Aku telah bersahabat (dengan) Rasulullah selama tiga tahun”, kemudian aku dengar dia berkata, “seluruh umat manusia mendapatkan hak yang sama di dalam air, padang rumput dan api.”
Rasulullah bersabda, “tidak boleh
ada larangan mengambil air yang lebih dari kebutuhan, yang pada akhirnya dia
dapat mencegah pemanfaatan padang rumput yang dari keperluan.”
Sangat
banyak sekali hadis berkenaan dengan air, dan hadis yang penulis kutip
merupakan sebagian kecil dari hadis yang dituliskan oleh Abu Ubaid dalam
kitabnya al-Amwaal. Bahkan, perincian yang sangat detail dituangkan oleh Imam
al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkam as-Sultaniyyah, sehingga pembahasan mengenai
air tidak akan cukup ruang di sini.
Intinya
adalah, air memiliki berbagai peran yang sangat vital dalam kehidupan, yaitu
bagi sumber kehidupan, kepentingan ibadah dan isu yang terbaru adalah
mengembangkan kesempatan kerja. Hal ini merupakan hal yang menarik mengingat
tema hari air yang diperingati kemarin adalah ‘water and jobs’ sehingga air
dapat mempengaruhi, atau bahkan menjadi faktor penting bagi perbaikan
kesempatan kerja. Hal ini semakin menambah keyakinan akan hak air sebagai
bagian paling penting dari hak asasi manusia dan maqashid syari’ah tentunya.
Sebagai
penutup, marilah kita memanfaatkan air sebijak dan sebaik mungkin. Dalam teori
ekonomi yang bernama ‘teori paradoks’ seringkali dikutip analogi nilai ekonomis
antara air dan batu permata, yang dilihat dari kelangkaan sumber daya. Padahal
ini merupakan hal yang keliru, sehingga perlu untuk direkonstruksi ulang
mengenai hubungan antara lingkungan dan ekonomi. Misalkan saja, jangan membuang
sampah di sungai dan membuat jamban pada aliran air yang mengalir, serta tidak
membuang air secara boros baik saat mandi, mencuci, dan bahkan dalam berwudhu.
Solusi mengenai pemanfaatan air secara bijak sudah tertuang dalam perencanaan
perkotaan di mana, konon sesuai dengan ijtihad Imam Malik dalam pemanfaatan air
isti’mal sehabis wudhu, pemanfaatan air
bekas dengan mengolah terlebih dahulu air tersebut berdasarkan teknologi
purifikasi air menjadi air yang bersih kembali. Penulis kira, akan banyak lagi
ijtihad dalam pemanfaatan dan penghematan air yang lebih maju dengan tetap
menjaga kesucian air tersebut.
Wallahu
a’lam bi ash-shawwab
Kiagus
Muhamad Iqbal
Mahasiswa
Muamalah STEI Tazkia
Wasekum
Bidang Pemberdayaan Umat HMI Cabang Bogor
Komentar
Posting Komentar